Total Tayangan Halaman

Selasa, 13 Desember 2011

LembAHtari Tentang Kasus Alkes Senilai Rp.8.842 miliar

‘Markus’ dan Kejahatan Struktural


SYAWALUDDIN | LEUSOH
jur_nalist@yahoo.com

Proyek Pengadaan Alat-alat Kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan senilai Rp.8.842.363 miliar yang bersumber Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2010, di Aceh Tamiang merupakan kejahatan struktural dan terjadi Makelar Kasus (Markus) dalam penanganan hukumnya.

Sudah berjalan mendekati angka satu tahun, kasus Alkes mengendap di institusi hukum tak bergeming. Pundi rupiah yang terkumpul dan menguap ke kantong koruptor terindikasi mengalir deras ke lingkaran hukum.

Pemenang tender CV Fahyusma Sakti Nomor kontrak 524a/445/APBN-P/Dinkes/XII/2010, diam bagai ditelan bumi.  Sebait kalimat mulai terlontar dari sang direktur CV Fahyusma Sakti; Syafruddin “Saya tak terlibat dalam korupsi ini, saya hanya terima fee dari perusahaan. Tapi saya siap secara administrasi untuk mempertanggungjawabkan apa yang saya lakukan di mata hukum.” Tegasnya.

Direktur Eksekutif Lembaga Advikasi Hutan Lestari (LembAHtari), Sayed Zainal, M.SH membeberkan kasus Alkes ini secara gambalang, menurutnya Kasus Alkes merupakan tindak pidana korupsi, mengingat kasus tersebut merupakan kejahatan structural, sebab yang menjalakan system berpola korup.

“Saya tegaskan, mulai dari pusat, ditambah pada tingkat proses  hokum di Kejaksaan Tinggi Aceh berpotensi telah terjadi Markus sehingga kasus Alkes sudah 10 bulan mengndap dan prosesnya baru tahap penyelidikan dan bertele-tele.” Katanya.

Masih Sayed; karena desakan masyarakat pihak Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati Aceh) merasa kuatir, maka pada bulan Oktober 2011 baru ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan. Menurutnya dari hasil pengumpulan data dan fakta lapangan oleh LembAHtari ada beberapa modus operandi kejahatan.

“Kita menemukan beberapa modus operandinya, dari awal ada kelompok yang terlibat untuk menjemput dana APBN-P sebesar Rp.9.721.250.000,- turun ke Aceh Tamiang, kelompok ini harus mengeluarkan kocek pribadi sebesar 10%, dengan alasan apapun dalam proses tender tidak boleh pihak lain menang.” Terang Sayed.

Selanjutnya, kata Sayed; rekayasapun dilakukan—walau Negara harus dirugikan—untuk menutupi biaya yang telah dikeluarkan. Proses pemenangan mulai digiring dari system yang sudah terbentuk dengan sendirinya, setelah CV Fahyusma Sakti  memenangkan tender tersebut pada 06 Desember 2010 dihadapan notaries MM.SH.SKN di Medan. Direktur pemenang membuat perjanjian kerja dengan pihak kedua EMK.

Dimana salah satu pasalnya menerangkan: Bahwa CV Fahyusma Sakti mendapat 5 persen—Rp.400 juta rupiah—sisanya 95 persen lagi  menjadi hak pihak kedua termasuk yang membeli barang Alkes. Tanpa sepengetahuan direktur CV Fahyusma Sakti, kelompok pihak kedua termasuk oknum Mantan Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tamiang Drs. J dan salah seorang Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang Drs. H. AM diindikasikan telah merubah spesifikasi Alkes.

“Kelompok ini terindikasi kuat telah melakukan perubahan terhadap spesifikasi Alkes, termasuk perubahan addendum kontrak menjadi Nomor 527a/445/Add/APBN-P/Dinkes-Atam/XII/2010 tanggal 10 Desember 2010, ada apa coba?...padahhal pemenangnya sudah jelas. Kog dilakukan lagi Addendum.” Terangnya.

Bau amis korupsi makin mengental, mana kala pada tanggal 13 Desember 2010 diduga telah merekayasa penarikan uang pembayaran, mulai dari membuat berita acara pembayaran yang bernomor 103a/445/2010 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Mardansyah SPd staf pegawai kantor DPRK Aceh Tamiang (Atam). “ini kan aneh, tanggal 10 kontrak kerja dikeluarkan, hanya berselang 3 hari pada tanggal 13 Desember 2010 kok dilakukan pembayaran, saya kira janggal sekali ini.” kata Sayed.

Lalu diikuti oleh pembuatan berita acara pemeriksaan barang yang bernomor 243/PPBD/2010, seakan-akan pada hari senin barang Alkes tersebut sudah ada. Pada posisi ini Panitia Penerima Barang merasa sangat tertekan dan terpaksa untuk membuat berita acara penerimaan, yang diikuti dengan surat pernyataan tanggung jawab Nomor 499/LS/2010 yang ditanda tangani oleh Mantan Kadiskes Atam Drs. J bahwa seakan-akan telah melakukan pengujian dan penelitian barang. “Ini semua Rekayasa”. Tegas Sayed.

Temuan LembAHtari; ternyata Meja Operasi yang seharusnya digital—serba menggunakan tombol elektrik—malah yang dimasukan manual merek TAKEUCHI/TS-102NP produk Jepang 1 unit; dibuat harga tinggi Rp.914.973.555 juta dan lampu operasi juga manual merek SKYLUX 14 dipatok harga Rp.371.971.415 juta per unit. “indikasi kuat barang yang dibeli merupakan barang cuci gudang dan diperkirakan dari 26 item barang yang di beli hanya seharga Rp.3 miliar saja”. Jelasnya.

Sayed mengingatkan; Kajati Aceh untuk tidak berupaya menutup-nutupi kasus pengadaan Alkes ini, apalagi ada Markus, sehingga actor-aktor intelektual, seperti dugaan keterlibatan Oknum Wakil Ketua DPRK Atam tak terjamah hokum.

LembAHtari punya bukti tersendiri yang siap melaporkan ke Komisi Kejaksaan, sebab pada penyelidikan terdahulu Direktur CV Fahyusma Sakti telah memberikan keterangan secara detail. Dan hari ini Alkes yang bermasalah tersebut telah dioperasionalkan sejak bulan agustus 2011.

“Inipun aneh saya pikir. Sebab dalam kasus Alkes posisi Kajati Aceh, jadi pelindung atau melakukan penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi di Aceh. sebab yang terjadi sebaliknya, banyak kasus pidana korupsi masuk kantong baja yang terkunci rapat, makanya banyak korupsi bergelantungan di negeri ini.        
  


Tidak ada komentar:

SELAMATKAN HUTAN PESISIR DAN HULU ACEH TAMIANG
Advokasi,Lingkungan

ShoutMix chat widget