Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 Januari 2010

AGENDA IRWANDI DIBALIK MORATORIUM LOGGING


Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD) apa itu?...orang akan bertanya, apa itu REDD; REDD merupakan pencegahan dalam mengatasi perubahan iklim di dunia. Salah satu penyerap Carbondioksida (CO2) terbesar untuk mengurangi efek melebar pecahnya lapisan ozone—lapisan penangkal radiasi matahari—adalah hutan Aceh, Kalimantan. Lalu ada apa dengan Gubernur Pemerintah Aceh, Irwandi Yusuf?...ya Gubernur kita hari ini mulai memperdagangkan tiap meter Hutan Aceh dengan konpensasi dana carbon kredit kepada dunia internasional.
Undangan Gubernur Kalifornia—Negara bagian Ameika Serikat; Arnold Scwatzeneger, untuk Irwandi Yusuf beberapa waktu lalu, menjadi tolok ukur perdagangan carbon kredit Aceh di negeri Paman Sam. Irwandi mengatakan “kami sudah menjaga hutan Aceh dari kepunahan, meski tidak didanai dari belahan dunia manapun, kami sudah tunjukkan pada dunia kalau Aceh sudah menjaga hutannya dengan baik.” Kata Irwandi, kepada wartawan beberapa waktu lalu. Instruksi Moratorium Logging—pengehentian untuk penebangan hutan—sudah di dengungkan. Dan berjalan hampir mendekati angka dua, tahun berjalan. Namun pihak DPRA hingga kini belum memanggil Irwandi untuk dimintai pertanggung jawabannya terhadap sukses atau tidaknya Moratorium Logging yang dijalankannya itu.
Anehnya; malah kini, Irwandi Yusuf, membuka hutan cadangan seluas 125 ribu hektar di seluruh Aceh untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), loh…kok bisa?...mungkin ada kaitannya dengan pabrik Kertas Kraft Aceh (KKA) yang akan dilikuidasi oleh Pemerintah RI, “kita liat dulu jangan nuduh.” Simak laporan berikut ini. **** Isu pemanasan global (global warming) telah menarik perhatian masyarakat Internasional terhadap perlunya pelestarian hutan dan lingkungan hidup. Isu tersebut membuat masyarakat dunia khawatir karena kenaikan suhu bumi dapat merusak ekosistem dan membuat permukaan air laut naik karena mencairnya es di kedua Kutub Bumi sehingga dapat menenggelamkan banyak pulau-pulau. Isu tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai focus perhatian dunia karena memiliki potensi hutan yang luas dan oleh banyak pihak Indonesia diharapkan dapat member kontribusi dalam mengurangi emisi gas karbon dengan tetap menjaga dan melestarikan hutannya.

Khusus di Aceh, percepatan rekontruksi pasca tsunami tahun 2005 yang tinggi telah menimbulkan keprihatinan umum bahwa permintaan yang meningkat terhadap kayu dan sumber alam lainnya akan mempunyai dampak jangka panjang yang negative terhadap lingkungan dan ekilogi di Aceh.
Sejalan dengan upaya dunia internasional mengurangi emisi gas karbon di udara dan untuk mendukung keputusan pemerintah Indonesia melindungi perhutanan dan paru-paru dunia yang menyebar dari Sabang hingga Marauke, Gubernur Irwandi Yusuf selaku Kepala Pemerintahan Aceh menyatakan pemberlakuan “Moraturium Logging” (jeda tebang hutan). Gubernur juga menawarkan kelestarian hutan Aceh dengan kompensasi dana “Carbon Credit” kepada dunia Internasional.
Namun demikian, terdapat indikasi yang disembunyikan oleh Gubernur Irwandi Yusuf guna mencapai “Vested interest”-nya terhadap sumber-sumber alam dan industry di Aceh yang berdampak tidak saja terhadap menurunnya kesejahteraan masyarakat dan kelancaran industry yang ada di Aceh saat ini seperti Pabrik kertas PT. Kertas Kraft Aceh (KKA).
Beberapa Fakta Temuan Lapangan
Pada tanggal 6 Juni 2007 Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan pemberlakuan “Moratorium Logging” atau penghentiaan sementara penebangan hutan dalam wilayah Provinsi Nangggroe Aceh Darussalam; Nomor 05/INSTR/2007 tentang penghentian sementara penebangan hutan, tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk menyusun kembali strategi Pengelolaan Hutan Aceh melalui Redesign (penataan ulang), Reforestrasi (penanaman kembali hutan) dan Reduksi Deforestrasi (menekan laju kerusakan hutan) untuk mewujudkan ‘Hutan Lestari, Rakyat Aceh sejahtera’.
Skenario lain; pada tanggal 12 Desember 2007 Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menyampaikan pers realese di paviliun Indonesia BICC Bali tentang program “Aceh Green” kepada para wartawan mancanegara bahwa Pemda NAD telah mengeluarkan “Moratorium Perkayuan “ untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Aceh serius memberantas pembekalan hutan (illegal logging walaupun tanpa menerima imbalan dari dunia internasional. Implementasi program Aceh Green tersebut akan dilakukan dengan tetap memperhatikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rakyat Aceh.
“Yang menjadi tanda tanya, ujuan Gubernur Irwandi Yusuf membuka lahan cadangan seluas 125 ribu hektar diseluruh Aceh, sementara lahan cadangan yang tersisa di Aceh hanya 110 ribu hektar saja, melebihi jumlah dicadangkan. Agaknya program Irwandi akan mendapat banyak sorotan dari para pegiat lingkungan di Aceh. Ada apa ini.” Kata Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal. Disisi lain, Sayed membeberkan lembaga penerima dana kompensasi karbon kredit pertama, namun menurutnya hal itu masih tanda tanya besar, apakah pihak Fauna Flora Internasional (FFI) sudah mengambil dana tersebut, “ini harus ditelurusi kebenarannya.” Kata Sayed.
Sebab; Pada tanggal 1 Februari 2008 Merrill Lynch Internasional dan Australian Carbon Conservation menandatangani kontrak kredit karbon hutan Ulu Masen senilai US. 9 juta atau sekitar RP. 90 miliar dengan lembaga Fauna Flora International (FFI). Hal tersebut merupakn perjanjian komersil pertama di dunia dalam rangak proyek pencegahan kerusakan hutan. Tanggal 10 Juni 2008, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, menerima surat nomor : L-01/RPPI/0708 dari PT. Rencong Pulp And Paper Industry—yang mengajukan permohonan Ir Hermantiyo, bidang perencanaan—yang bergerak di sector produksi kertas dan tanaman industry. Perusahaan pimpinan Michael Black ini, mengajukan permohonan pembangunan hutan tanaman industry (HTI) di Aceh dan oleh Gubernur surat tersebut dibalas tanggal 15 Juli 2008 yang isinya, menyambut baik dan mendukung rencana pembangunan HTI dari perusahaan tersebut.
Tanggal 11 Agustus 2008 Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil menyurati Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf untuk mendapatkan jaminan bahan baku dari pemerintah Aceh, namun izin menebang kayu tetap tidak diberikan.
Lebih gamblang Sayed mengungkapkan, pada tanggal 29 September 2009; Irwandi Yusuf menyurati tujuh bupati—Bireuen, Aceh Utara, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Simeuleue—dengan Suratnya Nomor 522.1/59242; agar para Bupati melaksanakan penelaahan secara teknis tentang ketersediaan lahan dan menyampaikan rekomendasi terhadap kelayakan areal yang dimohon oleh PT Rencong Pulp And Paper Industry (PT. RPPI) lebih kurang seluas 16 ribu hektar—ditujuh kabupaten dimaksud—yang ada dalam kawasan hutan produksi.
Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2008, Irwandi melayangkan Surat Nomor 522.1/39755 kepada Direktur Utama PT. RPPI tentang permohonan izi Hutan Tanaman Industri (HTI); isi surat, Sehubungan dengan surat Nomor L-06/RPPS/0908 tanggal 15 September 2008; bahwa terhadap proses pemberian izin pemanfaatan kayu HTI sebagaimana menurut UU nomor 11/2008 tetang Pemerintah Aceh saat ini masih dalam proses.
“Tapi disisi lain dalam surat tersebut, Irwandi menyatakan, mengingat dalam waktu dekat kami akan menerbitkan Izin Pemanfaatan Hutan Kayu HTI, kami harap untuk pengurusan lebih lanjut dapat menghubungi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh. Ini kan sangat bertolak belakang dengan isu dana kompensasi karbon kredit, hari ini saya juga bertanya kok bisa begini ya?....menurut saya, ini ada indikasi terkait dengan surat Irwandi terhadap tujuh Bupati, untuk mendukung dan member izin kepada PT. RPPI.” jelas Sayed.
Fakta lain diperoleh LembAHtari bahwa; pada tanggal 24 September 2008 Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil menyurati Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengenai opsi likuiditas—pengambilan alih oleh pemerintah—PT KKA karena berdasarkan kondisi keuangan PT KKA, apabila hingga penghujung Oktober 2008 belum ada kepastian mengenai pasokan bahan baku kayu, mak pemerintah pusat akan menghentikan proses privatisasi KKA dan akan mengambil langkah melikuidasi.
Tanggal 15 Oktober 2008, Gubernur Irwandi Yusuf membalas surat Menneg BUMN menerangkan bahwa PT Tusam Hutan Lestari belummemiliki Rencana Kerja Usaha (RKU) yang dikeluarkan oleh Dep. Kehutanan sehingga belum memenuhi persyaratan untuk diberikan Rencan Kerja Tahunan (RKT) penebangan kayu pinus. Demikian juga halnya dengan perusahaan pemasok lainnya PT. Ilham Prima Nusantara sehingga pasokan kayu untuk PT KKA tetap tidak terjamin. Dalam surat ini Irwandi juga mengatakan bahwa Pemerintah Aceh hanya dapat member izin kedua perusahaan yang mensuplai kayu ke PT KKA sepanjang perusahaan tersebut memenuhi segala ketentuan yang berlaku. Tanggal 11 November 2008, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan bahwa dirinya setuju apabila Pemerintah Pusat menjual (melikuidasi) PT KKa karena selama ini keberadaan PT KKA telah merugikan Aceh karena hutan rusak. Gubernur Irwandi setuju apabila PT KKA dimiliki oleh swasta dan Pemerintahan Aceh tetap akan bisa berpartisipasi di dalamnya.
Agenda Pembahasan
Aceh yang memiliki areal tutupan hutan seluas tiga juta hektar, merupakan wilayah terluas di Pulau Sumatra diharapkan dapat berkontibusi menyerap karbon dunia. Pertemuan internasional tentang perubahan iklim global di Bali tanggal 3-14 Desember 2007 menyadarkan masyarakat dunia untuk mengurangi pertumbuhan emisi gas karbon di udara yang diyakini telah mengakibatkan suhu permukaan bumi meningkat, sehingga para peserta sepakat mengupayakan langkah-langkah untuk mengurangi laju kerusakan hutan sebagai salah satu cara untuk mengurangi gas karbon diudara melalui program Reduction Emission From Deforestation and Degradation (REDD).
Permasalahan muncul ketika hutan yang diharapkan dapat mengurangi pencemaran udara mayoritas berada di Negara dunia ketiga (non-industry) termasuk Indonesia namumn mereka dilarang untuk menebang hutan untuk keperluan industry dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, disisi lain Negara-negara industry tidak mau mengurangi aktifitas perindustrian mereka yang berkontribusi mencemarkan udara. Guna tercapainya keadilan, maka dimunculkanlah ide agar Negara-negara industry yang tidak mau mengurangi aktifitas perindustrian mereka agar memberikan kompensasi berupa” Carbo Credit” kepada Negara-negara non industry untuk tetap menjaga kelestarian hutan mereka.
Mencermati gagasan “Carbon Credit” ini, pada bulan Desember 2007 di Bali Gubernur Irwandi Yusuf memunculkan strategi pembanguna Aceh berkelanjutan melalui konsep Acah Green Vision yang bermakna pembangunan ke depan yang tidak merusak lingkungan. Melalui strategi ini Gubernur Irwandi berupaya mendapatkan dana kompensasi “Carbon Credit” dengan mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga pengelola dana karbon termasuk diantaranya lembaga Meryl Lynch Australia dan perusahaan Australia Carbon Conservation serta lembaga konsultan kehutanan international Sustainable Forestry Management (SFM) yang berpusat di Bahama.

Sebagai salah satu upya agar lembaga pengelola “carbon credit” dapat menyalurkan dananya ke Aceh, Gubernur Irwandi mempromosikan program “Moratorium Logging” yang sedang dilakukan di Aceh. Dihadapan peserta Global Climate Change conference, Gubernur Irwandi Yusuf mengungkapkan bahwa pasca moratorium penebangan hutan di Aceh 6 Juni 2007, illegal logging di Aceh turun hingga 60 persen.

Keberlangsungan pabrik kertas separti PT KKA hanya bisa diselamatkan apabila pasokan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kertas dapat terjamin. Namun pada tanggal 11 November 2008 Gubernur menyatakan bahwa dirinya setuju apabila PT KKA dilikuidasi karena selama ini perusahaan tersebut dinilai telah merugikan Daerah dan merusak ekosistem.
Sesuatu hal yang terlihat janggal adalah ketika pada tanggal 10 Juli 2008, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, menerima surat bernomor : L-01/RPPI/0708 dari PT Rencong Pulp And Paper Industry, perusahaanyang bergerak di sector produksi kertas dan tanaman industry,yang isinya permohonan pembangunan hutan tanaman industry (HTI) di Aceh. Gubernur Irwandi Yusuf dalam suratnya tanggal 15 Juli 2008, menyambut baik dan mendukung rencana pembangunan HTI dari Perusahaan pimpinan Micheal Black tersebut. Kehadiran PT Rencong Pulp And Paper Industry tampaknya ada upaya sistematis sebagai indikasi untuk mengambil alih pengelolahan HTI yang selama ini dipegang PT Tusam dan PT Ilham, sebagai pemasok kayu ke PT KKA Michael Black sebelumnya sempat menjadi “pemain” kayu di Papua, Kalimantan, Riau dan kini masuk Aceh.

Merasa mendapatkan dukungan dari Gubernur Irwandi Yusuf, PT Rencong segera menyurati Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bener Meriah memohon bantuan pelaksanaan survey lahan dan identifikasi lokasi HTI di daerah tersebut. Sejauh ini, langkah PT Rencong untuk menjadi “pemain” HTI di Aceh, tak mendapat kendala apapun dari Pemda Aceh maupun Pemkab Bener Meriah.

Selain itu, keengganan Gubernur Irwandi Yusuf menyelamatkan PT KKA diduga karena adanya rencana Gubernur Irwandi Yusuf mengambil alih secara fisik industry-industri strategis yang berada di Aceh dari kendali Pemerintahan Pusat. Selain menempuh cara legal dan procedural, tim Irwandi juga menggandeng sejumlah konsultan asing dan para broker serta pialang International, salah satu nya Mr Wong.
Lalu indikasi lain setelah PT KKA dilikuidasi oleh negara, ada apa pula antara Irwandi dengan Dato Sri Wong Feon Chai, pemilik PT Rimbika Forestry Corp. Sdn. Bhd. Untuk beroperasi di Aceh. Agaknya tak tertutup kemungkinan perusahaan pimpinan Dato Sri Wong Feon akan mengambil alih KKA,pasca likuidasi haha…bisa aja.
Sayed juga menanyakan tentang penandatanganan perjanjian komersil Meryl Lynch dan perusahaan Australia Carbon Conservation dengan Flora Fauna International (FFI) untuk melestarikan hutan di Aceh senilai US$ 9 juta atau sekitar Rp. 90 Milyar dalam rangka proyek pencegahan hutan di Ulu Masen, Aceh (FFI).
Sebab menurutnya, perjanjian ini merupakan perjanjian pertama di dunia yang terstruktur—dalam hal skala dan kompelksitas—memberikan kredit karbon untuk proyek pencegahan kerusakan hutan. Namun kontrak ini menjadi dipermasalahkan karena pemegang proyek karbon diserahkan lembaga yang dianggap tidak berhak yaitu (FFI), padahal yang berhak mengelola dana pembiayaan karbon adalah Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Aceh.
Setelah itu, pemerintah bisa menunjuk lembaga mana yang menjalankan proyek ini hak pemerintah itu dan mengapa FFI yang di beri mandat langsung oleh organisasi donor untuk mengelola dana karbon. Hal ini diduga ada keterkaitan dengan upaya pihak asing mengendalikan pembangunan di Aceh.
Dia juga mengkawatirkan dan indikasi; masuknya orang-orang asing yang bergerak dibidang lingkungan hidup ke Aceh semata-mata bukan karena kepentingan mereka untuk turut memelihara ekositem di Aceh melainkan diundang oleh Gubernur Irwandi bahkan ada yang dijadikan staf ahli Gubernur, justru ingin menguasai tanah dan sumber daya alam.
Lalu; dibalik rencana likuidasi PT KKA, selain perusahaan milik Dato Wong (Malaysia) terdapat juga perusahaan dengan nama Development Company (didirikan di Jakarta tahun 2008) orang yang telah mempersiapkan diri untuk mengambil alih pengelolaan hutan di Aceh (HTI).

Orang-orang yang bergerak dan berkecimpung di perusahaan ini antara lain adalah Alex Frick, advisor SFM (WN USA dan Inggris/Australia), Peter Moore, MI-6 (CEO SFM Asia Fasifik termasuk Asia Tenggara) dan William Madsen, CIA (GM SFM untuk Asia Fasifik). Mereka-mereka inilah (selain Michel Black) kedepan yang akan menguasai dan mengelola industry berbasis hutan di Aceh setelah PT KKA dilikuidasi.

Kesimpulan
Pada akhirnya Sayed manrik sebuah simpul; bahwa apa yang ditawarkan Irwandi, dibalik Moratorium Logging yang dicanangkan tanggal 6 Juni 2007, terdapat agenda tersembunyi yang ingin diwujudkan oleh Gubernur Irwandi Yusuf.
Selanjutnya; mengurangi—menghilangkan—penguasaan pemerintahan pusat terhadap asset-aset strategis di Aceh. Menguasai industry kertas di Aceh setelah PT KKA dilikuidasi. Mendapatkan dana karbon dari masyarakat international dan Menginternationalkan permasalahan-permasalahan di Aceh termasuk pelestarian hutan. Tak hanya itu; Penyelamatan PT KKA dapat dilakukan hanya dengan ketersediaan bahan baku kayu, suatu hal yang diharamkan oleh Gubernur Irwandi saat ini.

Namun Gubernur Irwandi Yusuf setuju dan akan membantu apabila Pabrik Kertas di Aceh kedepan dikelola oleh swasta. “Bahasa ironis apalagi ini, berhasilkah seorang Irwandi melakoni sekaligus menyutradarai peran karbon kredit dan likuidasi KKA jatuh kepelukannya?...kita lihat saja ending-nya.” Sitir Sayed mengakhiri. (syawaluddin)

Tidak ada komentar:

SELAMATKAN HUTAN PESISIR DAN HULU ACEH TAMIANG
Advokasi,Lingkungan

ShoutMix chat widget