Total Tayangan Halaman

Selasa, 13 Desember 2011

BOM WAKTU DI RSUD TAMIANG

Korupsi Rp.10,6 M Dana Jamkesmas di RSUD Aceh Tamiang
Kejari Kualasimpang ‘Bergeming’ dan ‘Mandul’



SYAWALUDDIN|LEUSOH
jur_nalist@yahoo.com


Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) menuding pihak Kejaksaan Negeri Kualasimpang Mandul dan Bergeming dalam menangani dugaan Kasus Korupsi Luncuran Dana Jamkesmas Senilai Rp.10.6 miliar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang TA. 2008 – 2010.

Luncuran dana Jamkesmas RSUD Aceh Tamiang senilai Rp.10.6 Miliar mengalami deficit sebesar Rp.1.9 miliar, peruntukkan pasien miskin. Indikasi korupsi Rp.1,9 miliar tersebut, sebagai penanggung jawab luncuran dana Jamkesmas; dr Maryan Suhadi, M.Kes (direktur RSUD Aceh Tamiang), ketua dr Muhammad Fauzi Sp.B beserta Bendahara dan 5 anggota lainnya masih bebas menghirup udara wanginya pundi-pundi rupiah.

Hal itu; dimaksudkan sebagai konfensasi pelayanan masyarakat miskin di Aceh Tamiang 27.114 kk atau 127.616 jiwa. Bau amis korupsi sangat kental, seperti pemotongan hak jasa medis serta klaim fiktif ganda mencapai Rp.3 miliar, serta tanda tangan palsu, sudah tujuh bulan berjalan dilakukan Direktur RSUD Aceh Tamiang, namun hingga kini belum ada tersangka dari kasus indikasi korupsi Jamkesmas itu.

Sementara barang bukti sebelum bulan Agustus 2011 telah disita oleh Kejari Kualasimpang dari mantan Bendaharawan Jamkesmas.  Penyimpangan ini bertentangan dan melanggar Surat Edaran Dirjen Yanmedik Nomor JP.01.01/3392/2009 Petunjuk Pelaksanaan Jamkesmas serta Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 686/Menkes/SK/IV/2010 tentang Pedoman Pelaksana Jamkesmas.

Kondisi itu mengacu kepada INA-DRG (Indonesia Diagnotic Related Group) yang bertujuan kemudahan akses pelayanan, peningkatan pelayanan dan keterbukaan system keuangan yang accountable, namun anehnya, Surat Keputusan Direktur RSUD Aceh Tamiang Nomor 808/35.I Tertanggal 6 Januari 2009 dilakukan hanya sepihak—dr Maryan tidak melakukannya dengan tim Independen RSUD Aceh Tamiang; melain kebijakan dilakukannya sendiri tanpa koordinasi—ini memperkuat indikasi korupsi, tapi mengapa pihak Kejari Kualasimpang diam?...

“Saya pikir hukum di Aceh Tamiang ini mudah sekali dipermainkan, sudah jelas-jelas pelaku adalah pesakitan di mata hukum untuk kasus-kasus yang berbau korupsi, tapi kok…tidak ditindaklanjuti. Kalau mau menegakkan hukum jalankan lah aturan hukum sebagaimana mestinya. Atau sebaliknya, lakukan saja korupsi berjamaah, hilangkan label peradaban hukum di Aceh Tamiang. Bereskan?...”. kata Dir. Eksekutif LembAHtari; Sayed Zainal M, SH. Kepada wartawan di Karang Baru kemarin.

Sayed juga mendesak Kejari Kualasimpang, tidak hanya indikasi korupsi Jamkesmas, tapi juga proses hukum indikasi Korupsi pembangunan parit beton di Lubuk Batil yang merugikan Negara mencapai Rp.300 juta, sebab tidak sesuai spesifikasi yang dikerjakan oleh PT Sadewa  Saputra, untuk segera diproses secara hukum.

“Kalau pihak Kejari Kualasimpang dan Polres Aceh Tamiang mau menegakkan supremasi hukum. Jangan gadaikan hokum, hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Menurut saya sudah sangat keterlaluan korupsi di Aceh Tamiang, tapi tidak terjamah oleh hokum.”

Lebih di katakan, pengerjaan parit beton yang dananya dialokasikan dari dana Otsus tahun 2009, yang kontraknya Rp.1,3 miliar dari padu Rp.1,5 miliar. Ikut melibatkan salah satu anggota DPRK Aceh Tamiang dari Partai Bintang Reformasi (PBR).

Apalagi kasusnya sudah berjalan hampir 2 tahun, hanya bolak-balik antara Polres Aceh Tamiang dan Kejari Kualasimpang, padahal tahun 2010 Polres Aceh Tamiang telah menyita barang bukti berupa uang sebesar Rp.286 juta pada saat termin pencairan di BPD Cabang Kualasimpang yang dititipkan ke kas Bendahara Ka Binsat  Polres Aceh Tamiang.

“Kita kawatirkan dua kasus ini ada indikasi terjadi Makelar Kasus (Markus) yang berujung kepada peradilan sesat pada saat proses hokum berjalan, di Pengadilan. Kalau tidak digiring, dipantau; sehingga actor-aktor pelaku atau aliran dana kejahatan tidak terungkap.” Katanya.

Selain itu, sudah saatnya peran Satgas Mafia Hukum, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian dan Komisi Yuridis diberdayakan secara optimal di daerah (tempat laporan) apabila proses keuangan kasus korupsi mandek dan dilakukan secara tebang pilih.

Tidak ada komentar:

SELAMATKAN HUTAN PESISIR DAN HULU ACEH TAMIANG
Advokasi,Lingkungan

ShoutMix chat widget