Total Tayangan Halaman

Rabu, 14 Desember 2011

Tentang Pengadaan Tanah Politkenik Aceh Tamiang Rp.33 Miliar

PANITIA KANGKANGI PERPRES NO 65/2000 DAN BPN RI NO 03/2007
SYAWALUDDIN | LEUSOH
jur_nalist@yahoo.com
Panitia Pengadaan Tanah peruntukan Politeknik di Desa Sapta Marga Aceh Tamiang senilai Rp.33 miliar; Kangkangi Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 03 tahun 2007 dan Perpres RI Nomor 65 tahun 2000. Tentang  Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
Panitia juga telah melakukan pembohongan terhadap publik; mengingat tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang berada dalam lokasi pembelian tanah peruntukkan Politeknik di desa Sapta Marga itu.
Seharusnya; sosialisasi dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya  sanggahan terhadap tanah yang dibeli tersebut, agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan. jika ada sanggahan oleh masyarakat, dipastikan tanah itu bermasalah.
 “Saya pastikan; proses ganti rugi tanah peruntukan Politeknik seluas 22,203 hektar di Tualang Cut (Manyak Payed) senilai Rp.33 miliar Sumber Dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2010 telah terindikasi korupsi (kolusi dan markup), dimana tidak dilakukan sosialisasi dan harga terlalu melambung tinggi. Ini korupsi berjama’ah, harus ditindak secara hukum.” Tegas Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, M.SH. kepada wartawan.
Lebih lanjut; tindakan yang dilakukan Pantia Pengadaan Tanah peruntukkan Politeknik menyebabkan kerugian Negara puluhan miliar. Apalagi; sebut Sayed, panitia telah mengangkangi Prepres dan SK BPN RI.
Menurutnya; Panitia Pengadaan Tanah peruntukkan Politeknik di Desa Sapta Marga, Tualang Cut – Manyak Payed menggunakan prinsip harga tanah rata-rata, tidak membedakan antara tanah kering dan tanah sawah, totalnya mencapai 16 hektar lebih.
Walaupun beban pajak berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pada masa itu dipotong 5%. Malah sebaliknya Sayed mengklaim, sosialisasi panitia tanah dilakukan secara tertutup. Sebab keberadaan Mukim, Kemukiman  Manyak Payed tidak dilibatkan dalam proses ganti rugi.
“Anehnya lagi, kalaupun dibentuk tim independen—untuk menaksir harga—seperti yang dikatakan Kabag Pemerintahan, Supriyanto. Saya pikir tak lebih hanya untuk menutupi tindakan korupsi berjama’ah yang dilakukan oleh panitia. Padahal tim independen tersebut saya pastikan tidak ada, catat itu.” Tegasnya.
Panitia juga tidak mengacu kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sedang berjalan disesuaikan dengan harga patut dan pantas. Sayed menilai; aneh…jika harga tanah sawah satu hektarnya mencapai Rp.1,5 miliar.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 03 tahun 2007; seharusnya, dalam proses ganti rugi tersebut; BPN Aceh Tamiang sendiri tidak dilibatkan didalam kepanitiaannya. Sehingga proses identifikasi dan inventarisasi berkaitan asal usul, harga tertutup hanya para pihak, panitia pengadaan tanah juga berperan sebagai panitia penilai harga.
Disisi lain; public harus tahu dan tidak berprasangka buruk, kalau asal usul tanah bekas eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Nilam Wangi sejak tahun 1970 telah beralih ke pihak mana?... ke Negara atau Pribadi, sehingga peralihan dari HGU ke hak-hak lain sesuai PP.RI Nomor 40 tahun 1996.  Tentang HGU – HGB dan hak pakai atas tanah harus sesuai pasal 16 yang mengatur tetang peralihan.
“Indikasi Korupsi, Kolusi dan Markup berujung kepada tindak pidana korupsi, ini harus diungkap. Kalau institusi penegak hokum di Aceh Tamiang tidak mampu, harus ada tim Independen yang bisa mengungkap kasus yang berselemak markup ini.” katanya.

Tidak ada komentar:

SELAMATKAN HUTAN PESISIR DAN HULU ACEH TAMIANG
Advokasi,Lingkungan

ShoutMix chat widget