Total Tayangan Halaman

Jumat, 16 Desember 2011

Gusur Paksa Warga Hanya Kambing Hitam

SK PENUNJUKKAN TNGL TINJAU ULANG, MENHUT BOHONGI UNESCO-PBB



SYAWALUDDIN | LEUSOH
jur_nalist@yahoo.com

Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) minta kepada Menteri Kehutanan untuk meninjau ulang Surat Keputusan Tentang Penunjukkan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), mengingat ada tiga Item penting yang belum dipenuhi oleh TNGL.

Bahwa TNGL belum melakukan, Penataan batas kawasan hutan, Pemetaan kawasan hutan, dan Penetapan kawasan hutan.  Mengingat Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian hukum mengenai status dan batas kawasan hutan.
“Ini yang harus ditinjau ulang, sebab TNGL belum memenuhi tiga tahapan penetapan status hutan, yang mereka klaim sebagai Taman Nasional. Menurut hemat saya ini aneh, TNGL tidak punya hak untuk mengusir warga korban eks konflik Aceh, sementara status TNGL saja belum jelas. Apa-apaan ini.” tegas Sayed Zainal, direktur Eksekutif LembAHtari.

 Sayed meminta TNGL, untuk menunjukkan batas Taman Nasional yang mereka klaim para warga korban eks konflik Aceh masuk dan menduduki wilayah mereka. “maunya TNGL itu melihat dan mendefinisikan, TNGL itu sudah layak atau belum. Disebut sebagai TNGL. Kalau memang itu TNGL mana batasnya tunjukkan.” Tegasnya. 

Menurut LembAHtari, Pemerintah RI—khususnya Menteri Kehutanan—ada indikasi kuat telah membuat laporan bohong ke dunia internasional, terutama kepada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO-badan PBB) yang khusus menangani tentang Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, termasuk kepada ASEAN Park Haritage. Notabene badan pendonor.

Meningat syarat-syarat diatas belum terpenuhi khususnya di wilayah  Sei Lepan, Besitang apa yang dikalim menjadi bahagian dari kawasan TNGL. “Kalau sebelumnya TNGL mau membodohi masyarakat dan menutupi kebobrokan TNGL dalam menutupi indikasi korupsi dan pembiaran terhadap perusahaan. Sekarang tidak lagi. Catat dan ingat itu, saudara Andy Basrul.”

Apalagi, wilayah ini merupakan kawasan yang sudah dieksploitasi besar-besaran terhadap kayu dan keanekaragaman hayati, kalau dilihat SK Mentan Nomor 837/kpts-II/1980 dari penentuan skorsing saja, kawasan yang ditempati para warga korban eks konflik Aceh tidak mencapai 175 skor keatas sebagai kawasan.

“Artinya, curah hujan yang terjadi rendah, kemiringan rata-rata hanya 20 persen dan factor jenis tanah termasuk tidak peka. Apalagi wilayah ini saat sekarang sudah menjadi sebuah peradaban perkampungan yang maju dengan income perkapita yang tinggi atau sudah mapan.”

Pelaksanaan penggusuran paksa warga korban eks konflik Aceh  di Sei Minyak, besitang Resort Sekoci Kabupaten Langkat Juni 2011 lalu oleh BB-TNGL yang didukung oleh ribuan aparat kepolisian dan TNI Sumatera Utara dan Langkat yang di klaim BB-TNGL masuk dalam TNGL tidak masuk akal dan bukti kegagalan pemerintah, khususnya menteri kehutanan untuk menjamin, melindungi hak-hhak sipil rakyat warga korban eks konflik Aceh sebagai warga Negara yang sah di dalam NKRI.

“Kita bisa buktikan, warga korban eks konflik Aceh yang berada di Sei Minyak—sudah sebelas tahun—tidak mendapatkan status kependudukan, termasuk; mereka tidak diikutkan dalam pilpres, pilkada dan legislative. Kalau mau tahu turun dan data, jangan hanya bisa ngomong di belakang meja. Apa ini yang disebut Clean Government dan Good Governance…?.” Tagasnya.

Klaim BB-TNGL, bahwa; wilayah yang ditempati oleh warga korban eks konflik Aceh di Barak Induk, Damar Hitam dan Sei Minyak, masuk dalam kawasan TNGL. Secara de vacto dan de jure telah terjadi perbedaan pendapat SK Menhut nomor 276/kpts-II/1997, hanya bersifat penunjukkan kawasan TNGL seluas 1.094.692 hektar. Bukan penetapan.

Ironisnya,  SK Menhut nomor 276/kpts-II/1997 sangat bertentangan dengan Kepmenhut nomor 32/kpts-II/2001 tentang criteria dan standar Pengukuhan Kawasan Hutan. Selanjutnya Kepmentan nomor 837/kpts/UM/II/1981; tentang criteria dan tata cara penetapan Hutan Lindung, termasum Peraturan Pemerintah Nomor 44/2004 tentang perencanaan kehutanan berdasarklan kondisi riil kawasan TNGL, khususnya di resort Sekoci (Sei Lepan, Sikundur, Arah Senapal dan Besitang)

LembAHtari; mendukung dan konsen terhadap kepentingan konservasi apalagi berkaitan dengan penyelamatan dan kelestarian Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang didalamnya ada TNGL. Tetapi masalah warga korban eks konflik Aceh yang telah menempati Barak Induk, Damar Hitan dan Sei Minyak adalah masalah kemanusiaan, pelanggaran HAM dan hak Perlindungan Anak—menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Naif sekali rasanya kalau mempertahankan status kawasan yang hanya baru penunjukan bukan penetapan, lalu mengenyampingkan kemanusiaan, pelanggaran HAM dan Perlindungan Anak. Ingat UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Serta Konvensi PBB 20 November 1989 tentang perlindungan anak. Jika terjadi pengguran paksa, masalah ini akan menjadi  masalah dunia internasional.” Kata Sayed.

LembAHtari menghimbau, segera hentikan penggusuran warga korban eks konflik Aceh oleh BB-TNGL dengan bantuan dan dukungan Polri dan TNI. Dialog, duduk dan tata ulang kawasan, agar mereka bisa hidup berdampingan dengan hutan melalui komitmen untuk menjaga hutan yang lestari dan berkelanjutan.

“Jangan paksakan kehendak, kalau hanya untuk kepentingan sesaat. Kepentingan kemanusiaan diatas segalanya. Warga korban eks konflik Aceh berdarah merah putih, bukan bangsa asing. Berilah status kependudukan, apakah mereka—warga korban eks konflik Aceh—berasal dari Negara lain, sehingga harus meminta suaka politik?...keterlaluan.”

Tidak ada komentar:

SELAMATKAN HUTAN PESISIR DAN HULU ACEH TAMIANG
Advokasi,Lingkungan

ShoutMix chat widget