Waspada Online
02 Februari 2008
Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) melayangkan gugatan Class Action terhadap Bupati Aceh Tamiang, Drs. H. Abdul Latief yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Kualasimpang, Kab. Aceh Tamiang 30 Januari 2008, dengan nomor perkara 01/PDT.G/2008/PN-KSP. Kualasimpang, WASPADA Online
Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) melayangkan gugatan Class Action terhadap Bupati Aceh Tamiang, Drs. H. Abdul Latief yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Kualasimpang, Kab. Aceh Tamiang 30 Januari 2008, dengan nomor perkara 01/PDT.G/2008/PN-KSP.
Demikian keterangan Divisi Kampanye LembAHtari, Syawaluddin kepada Waspada di Kualasimpang, Kamis (31/1).
Syawaluddin menjelaskan, dasar gugatan diatur dalam pasal 37 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup, bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan prikemanusiaan masyarakat.
Gugatan Class Action (gugatan perwakilan) tersebut atas nama masyarakat Tamiang yaitu Erwan, Teuku Hendria, Marjuki, Awaluddin Syam sekaligus sebagai anggota LSM LembAHtari yang dikuasakan kepada Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal M, SH.
Divisi Kampanye LembAHtari itu juga menegaskan, diajukannya gugatan ini karena bupati secara nyata tidak menjawab somasi LembAHtari dalam waktu 10 hari, sejak 14 Januari s/d 24 Januari 2008, untuk menghentikan dan mengambil langkah konkrit terhadap pembukaan jalan di kawasan Hutan Lindung Meusigit (Gunung Tetek) Aceh Tamiang, dalam rencana pengolahan eksploitasi pertambangan timah dan mineral lainnya oleh PT. Surya Tamiang Perkasa (STP) dengan tidak menggunakan Surat Keterangan Izin Peninjauan (SKIP) dan tanda dokumen lainnya yang sah.
Syawaluddin menilai bupati tidak komitmen dan konsisten dalam upaya penyelamatan dan perlindungan Kawasan Hutan Lindung Meusigit (Gunung Tetek) yang termasuk kawasan ekosistem Leuser. "Walau telah diingatkan termasuk pemberitaan di berbagai media massa, namun bupati tidak mau menggunakan kewenangannya," kecam Syawaluddin.
Ditegaskan, dalam fakta hukumnya dinyatakan bahwa Undang-Undang dan peraturan telah mengamanatkan bupati (sebagai pejabat pemerintah) untuk melaksanakan tugas dan dengan penuh rasa tanggung jawab, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yaitu berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 dan diatur dalam TAP MPR XI/MPR Tahun 1998.
LembAHtari mengungkapkan, terdapat fakta dan bukti sementara, Bupati Aceh Tamiang tidak serius dalam proses penyelamatan atau perlindungan kawasan hutan lindung Meusigit (Gunung Tetek), sehingga semakin berpotensi merusak kawasan tersebut. "Sudah saatnya kawasan hutan lindung di Aceh Tamiang yang merupakan daerah tangkapan air ditata ulang," tegas Syawaluddin.
Meski begitu, belum diperoleh keterangan dari Bupati Aceh Tamiang, Drs. H. Abdul Latief tentang gugatan Class Action itu. Sebab bupati ketika dikonfirmasi melalui telefon selularnya sedang tidak aktif.
Sebelumnya seperti diberitakan Waspada, PT. STP diduga membuka jalan tanpa izin di kawasan hutan lindung Gunung Meusigit menuju rencana tambang timah dan mineral lainnya, menggunakan alat berat buldozer dan lainnya. PT. STP dalam membuka jalan tersebut memiliki rekomendasi yang diterbitkan tiga kepala desa di Kec. Bandar Pusaka.
Sedangkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Aceh Tamiang, H. Said Alwi, SE sebelumnya mengakui, pihaknya belum pernah mengeluarkan izin atau rekomendasi untuk membuka jalan di kawasan hutang lindung Gunung Meusigit. (b24) (ags)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar