Waspada Online
15 February 2008
Hasil investigasi Tim Lembaga Advokasi perlindungan Lingkungan Hidup Lestari (LembAHtari)
ditemukan kerusakan kawasan hutan bakau (mangrove) di Desa Lubuk Damar (Paya Rambe) Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang diperkirakan mencapai 800 ha. Kualasimpang,
WASPADA Online
Hasil investigasi Tim Lembaga Advokasi perlindungan Lingkungan Hidup Lestari (LembAHtari) ditemukan kerusakan kawasan hutan bakau (mangrove) di Desa Lubuk Damar (Paya Rambe) Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang diperkirakan mencapai 800 ha.
Kerusakan ini berkaitan dengan mengubah fungsi kawasan bakau menjadi kawasan budi daya perkebunan kelapa sawit," ungkap Divisi Kampanye LembAHtari, Syawaluddin kepada Waspada, Kamis (14/2).
Menurut Syawaluddin, data dan bukti yang ditemukan ternyata para pelaku yang merusak kawasan hutan lindung bakau adalah oknum pejabat di Kabupaten Aceh Tamiang, atas nama perseorangan dan perusahaan perkebunan.
Syawaluddin mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan investigasi ke daerah Seruway pada 26 dan 27 Januari 2008. Hasilnya, ditemukan 800 ha kawasan hutan bakau sudah rusak di kawasan itu.
Divisi Kampanye LembAHtari itu juga mengungkapkan, perusakan sudah berlangsung lama diperkirakan sejak tahun 2005 hingga Januari 2008 dan hal ini jelas bertentangan dan melanggar UU No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan dan UU No.41 tahun 1999 Jo UU No.19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan. Pengrusakan hutan di daerah itu merupakan tindak pidana yang dapat diancam dengan hukuman penjara dan sanksi denda antara Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta, sebab perbuatan itu juga diduga melanggar ketentuan UU No.26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Menurut Syawaluddin, berdasarkan titik koordinat di lapangan dengan menggunakan Peta Top Tahun 1975 (Peta Rupa Bumi) Kualasimpang terdapat beberapa titik kerusakan seperti pada titik koordinat N.04 Derajat. 18.19 "E 098 Derajat.14.56" Syawaluddin didampingi Sayed Zainal M, SH menyatakan terdapat bukti lokasi kawasan lindung hutan bakau di Desa Lubuk Damar ( Paya Rambe) Seruway telah diperjual belikan dengan indikasi harga perpancang bervariasi yaitu mulai dari Rp3.000.000, sampai dengan Rp8.000.000, dan hal ini ada kaitan dugaan keterlibatan mantan pejabat sementara datok Penghulu Kampong Lubuk Damar yang telah memperjualbelikan tanah Negara.
LembAHtari, kata Syawaluddin, meminta dan mengimbau kepada Bupati Aceh Tamiang , Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Timur/Aceh Tamiang segera menghentikan atau menutup kawasan lindung bakau Lubuk Damar dari upaya penjarahan dan penjualan tanah untuk mengubah fungsi kawasan hutan menjadi kawasan budi daya perkebunan kelapa sawit.
Kami juga minta agar semua instansi terkait untuk melakukan investigasi ulang untuk menghindari perusakan kawasan hutan bakau yang sudah kritis. Untuk itu LembAHtari akan menempuh upaya-upaya hukum pro aktif guna penyelamatan kawasan bakau di Aceh Tamiang; kata Syawaluddin.
Sementara sumber Waspada dari Seruway, Kamis (14/2) melaporkan, kini sudah ada lagi orang-orang yang ingin memprogramkan mau memasukkan alat berat (becho) atau eskavator lagi menuju hutan bakau (mangrove). Nampaknya ada yang buat program mau masukkan becho lagi ke hutan bakau itu; lapor sumber Waspada melalui SMS, kemarin.
Bupati Aceh Tamiang, Drs. H. Abdul Latief ketika dikonfirmasi kemarin mengungkapkan, kerusakan hutan bakau di Seruway sudah berlangsung sejak tahun 1987. Jadi kenapa baru sekarang dipersoalkan; kata Abdul Latief.
Menurut Latief, dirinya sebagai Bupati Aceh Tamiang masih baru, sedangkan hutan bakau sudah lama rusak. Lagi pula kalau menyangkut hutan bakau di Seruway itu sebaiknya ditanyakan saja langsung kepada Dinas Kehutanan atau instansi terkait, karena mereka yang lebih mengetahuinya, mereka juga yang tahu batas-batas mana hutan lindung dan mana pula bukan hutan lindung. Kalau saya, salah-salah memberikan keterangan bisa-bisa salah ditafsirkan orang lain; sebut Latief.
Ka. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang, Said Alwi, SE ketika ditanya Waspada, Kamis (14/2) menyatakan pihaknya sudah lama mengeluarkan instruksi dan larangan agar hutan mangrove jangan dirusak. Kami sudah pernah melarangnya dan kami juga sudah pernah memasang papan pengumuman agar hutan mangrove yang ada di daerah itu jangan dirusak. Selain itu kami juga sudah pernah melaksanakan reboisasi hutan mangrove di Aceh Tamiang; kata Said Alwi.
Sedangkan soal hukum, sebut Said Alwi, hal itu merupakan wewenang aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan, bukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang. Sementara mantan Pjs. Datok Lubuk Damar yang disebut-sebut oleh LembAHtari diduga telah memperjualbelikan tanah Negara, hingga berita ini dikirim ke redaksi belum diperoleh keterangan dari mantan datok penghulu yang desanya itu berada di pedalaman pesisir dekat bibir pantai Laut Selat Malaka itu. (b24) (ags)
15 February 2008
Hasil investigasi Tim Lembaga Advokasi perlindungan Lingkungan Hidup Lestari (LembAHtari)
ditemukan kerusakan kawasan hutan bakau (mangrove) di Desa Lubuk Damar (Paya Rambe) Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang diperkirakan mencapai 800 ha. Kualasimpang,
WASPADA Online
Hasil investigasi Tim Lembaga Advokasi perlindungan Lingkungan Hidup Lestari (LembAHtari) ditemukan kerusakan kawasan hutan bakau (mangrove) di Desa Lubuk Damar (Paya Rambe) Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang diperkirakan mencapai 800 ha.
Kerusakan ini berkaitan dengan mengubah fungsi kawasan bakau menjadi kawasan budi daya perkebunan kelapa sawit," ungkap Divisi Kampanye LembAHtari, Syawaluddin kepada Waspada, Kamis (14/2).
Menurut Syawaluddin, data dan bukti yang ditemukan ternyata para pelaku yang merusak kawasan hutan lindung bakau adalah oknum pejabat di Kabupaten Aceh Tamiang, atas nama perseorangan dan perusahaan perkebunan.
Syawaluddin mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan investigasi ke daerah Seruway pada 26 dan 27 Januari 2008. Hasilnya, ditemukan 800 ha kawasan hutan bakau sudah rusak di kawasan itu.
Divisi Kampanye LembAHtari itu juga mengungkapkan, perusakan sudah berlangsung lama diperkirakan sejak tahun 2005 hingga Januari 2008 dan hal ini jelas bertentangan dan melanggar UU No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan dan UU No.41 tahun 1999 Jo UU No.19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan. Pengrusakan hutan di daerah itu merupakan tindak pidana yang dapat diancam dengan hukuman penjara dan sanksi denda antara Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta, sebab perbuatan itu juga diduga melanggar ketentuan UU No.26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Menurut Syawaluddin, berdasarkan titik koordinat di lapangan dengan menggunakan Peta Top Tahun 1975 (Peta Rupa Bumi) Kualasimpang terdapat beberapa titik kerusakan seperti pada titik koordinat N.04 Derajat. 18.19 "E 098 Derajat.14.56" Syawaluddin didampingi Sayed Zainal M, SH menyatakan terdapat bukti lokasi kawasan lindung hutan bakau di Desa Lubuk Damar ( Paya Rambe) Seruway telah diperjual belikan dengan indikasi harga perpancang bervariasi yaitu mulai dari Rp3.000.000, sampai dengan Rp8.000.000, dan hal ini ada kaitan dugaan keterlibatan mantan pejabat sementara datok Penghulu Kampong Lubuk Damar yang telah memperjualbelikan tanah Negara.
LembAHtari, kata Syawaluddin, meminta dan mengimbau kepada Bupati Aceh Tamiang , Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Timur/Aceh Tamiang segera menghentikan atau menutup kawasan lindung bakau Lubuk Damar dari upaya penjarahan dan penjualan tanah untuk mengubah fungsi kawasan hutan menjadi kawasan budi daya perkebunan kelapa sawit.
Kami juga minta agar semua instansi terkait untuk melakukan investigasi ulang untuk menghindari perusakan kawasan hutan bakau yang sudah kritis. Untuk itu LembAHtari akan menempuh upaya-upaya hukum pro aktif guna penyelamatan kawasan bakau di Aceh Tamiang; kata Syawaluddin.
Sementara sumber Waspada dari Seruway, Kamis (14/2) melaporkan, kini sudah ada lagi orang-orang yang ingin memprogramkan mau memasukkan alat berat (becho) atau eskavator lagi menuju hutan bakau (mangrove). Nampaknya ada yang buat program mau masukkan becho lagi ke hutan bakau itu; lapor sumber Waspada melalui SMS, kemarin.
Bupati Aceh Tamiang, Drs. H. Abdul Latief ketika dikonfirmasi kemarin mengungkapkan, kerusakan hutan bakau di Seruway sudah berlangsung sejak tahun 1987. Jadi kenapa baru sekarang dipersoalkan; kata Abdul Latief.
Menurut Latief, dirinya sebagai Bupati Aceh Tamiang masih baru, sedangkan hutan bakau sudah lama rusak. Lagi pula kalau menyangkut hutan bakau di Seruway itu sebaiknya ditanyakan saja langsung kepada Dinas Kehutanan atau instansi terkait, karena mereka yang lebih mengetahuinya, mereka juga yang tahu batas-batas mana hutan lindung dan mana pula bukan hutan lindung. Kalau saya, salah-salah memberikan keterangan bisa-bisa salah ditafsirkan orang lain; sebut Latief.
Ka. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang, Said Alwi, SE ketika ditanya Waspada, Kamis (14/2) menyatakan pihaknya sudah lama mengeluarkan instruksi dan larangan agar hutan mangrove jangan dirusak. Kami sudah pernah melarangnya dan kami juga sudah pernah memasang papan pengumuman agar hutan mangrove yang ada di daerah itu jangan dirusak. Selain itu kami juga sudah pernah melaksanakan reboisasi hutan mangrove di Aceh Tamiang; kata Said Alwi.
Sedangkan soal hukum, sebut Said Alwi, hal itu merupakan wewenang aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan, bukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang. Sementara mantan Pjs. Datok Lubuk Damar yang disebut-sebut oleh LembAHtari diduga telah memperjualbelikan tanah Negara, hingga berita ini dikirim ke redaksi belum diperoleh keterangan dari mantan datok penghulu yang desanya itu berada di pedalaman pesisir dekat bibir pantai Laut Selat Malaka itu. (b24) (ags)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar