RAKYAT ACEH - ONLINE
20 Februari 2008
KUALA SIMPANG - Perusakan Hutan Bakau (manggrove) yang merupakan kawasan lindung/produksi di Desa Lubuk Damar (Paya Rambe) Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang.
Disepanjang pantai Kupang yang berbatasan dengan sungai Air Masin, Damar Condong kabupaten Langkat, sudah tidak dapat dihentikan dan diatasi lagi. Mengingat Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dsihutbun) Aceh dan Tamiang membiarkan alih fungsi hutan mangrove ke perkebunan sawit terus saja berlanjut secara sporadis.
"Hasil investigasi yang dilakukan Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) pada periode januari 2008 hingga februari 2009, terjadi pengrusakan yang sangat luar biasa (sudah diluar ambang batas), luasnya lebih kurang mencapai 3000 hektar dikoordinat North 04 derjat 18'10", East 098 Derjat 14'55" (lokasi lubuk damar). North 04 derjat 17'43.8", East 098 derjat 14'20.9" (lokasi paya rambe). North 04 derjat 17' 58.6", East 098 derjat 15' 35.8" (lokasi pantai kupang paya rambe)," kata Direktrur Eksekutif LembAHtari Sayed Zainal, SH kepada wartawan koran ini, Kamis (19/2) di Karang Baru.
Berdasarkan data yang diperoleh LembAHtari dilapangan, tambah Sayed Zainal, SH, bahwa pada medio Januari – Februari 2009 Bekho (escavator) bekerja siang malam untuk membedeng aliran-aliran air yang berada di didalam kawasan lindung hutan mangrove, berdampak kepada kekeringan permanen dikawasan tersebut.
Ini sangat membahayakan apabila terjadinya pasang tinggi pada bulan purnama (15 hari bulan), dikawatirkan akan tenggelam, seperti yang terjadi di desa Kuala Penaga yang sudah tiga kali berpintah tempat tinggal.
"LembAHtari sudah berupaya menyampaikan laporan kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Aceh, Dishutbun Aceh dan Tamiang. Hasilnya pada 21 Agustus 2008, menteri kehutanan melalui Dirjen RLPS menunjuk Balai Manggrove Wailayah II dan BPDAS Aceh untuk meninjau serta mencari solusinya. Sepeninggal mereka. Hari ini kita melihat tidak ada langkah-langkah konkrit dan kemauan serius yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan pengrusakan hutan lindung mangrove. Termasuk menata dan mengelolanya secara lestari," terang Sayed.
Meski Dishutbun Aceh Tamiang sudah menjawab surat LembAHtari pada agustus 2008, yang isinya mengakui telah terjadi kerusakan dalam kawasan lindung hutang mangrove, sambung Sayed, namun pihak Dishutbun Aceh Tamiang tidak melakukan tindakan konkrit.
"Malah salah seorang kabit Dishutbun Aceh Tamiang menyatakan dalam salah satu suratkabat lokal, bahwa kerusakan hutan bakau hanya 280 hektar di lubuk damar, menurut hemat kami apa yang disampaikan tersebut merupakan pembohongan publik untuk mencari justifikasi agar kerusakan itu terus berlanjut," ungkap Sayed.
Karena adanya hal itu, LembAHtari meminta agar, pihak kepolisian Aceh Tamiang segera menindaklanjuti laporan LembAHtari pada tanggal 06 maret 2008 tentang adanya dugaan jual beli lahan, oleh oknum mantan datuk (sekdes) yang mengatasnamakan lahan-lahan terlantar dan atas nama masyarakat.
"Pastinya, dari data dilapangan, perusakan hutan lindung untuk alihfungsi menjadi perkebunan sawit dikuasai dan dimiliki oleh pengusaha perkebunan, mencapai ratusan hektar dalam kawasan tersebut," kata Sayed mengakhiri. (sut)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar