Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 Januari 2010

KAMUFLASE PEMBENARAN PEMBABATAN HUTAN

Komitmen Indonesia untuk menjaga hutan dunia tampaknya tidak bertahan lama setelah Konferensi Bali berlalu. Terbukti dengan keluarnya undang-undang baru yang justru mendorong, bukannya mencegah, deforestasi. Kamuflase pembenaran pembabatan hutan terus berlangsung di Indonesia, tak terkecuali Aceh. Tegas Direkstur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari); Sayed Zainal, MSH kepada Leusoh.

Menurut Sayed, Peraturan Pemerintah No 2/2008, merupakan tindak lanjut dari Peraturan No1 tahun 2004 tentang pertambangan di area hutan lindung, adalah contoh kasusnya. Peraturan itu, yang menetapkan harga atas penggunaan areal hutan oleh sektor industri selain sektor kehutanan, telah menimbulkan keprihatinan luas di kalangan organisasi masyarakat sipil Indonesia sebab ia memberi lampu hijau bagi alih fungsi hutan lebih lanjut, untuk sederet tujuan berbeda, termasuk pertambangan.

Disamping, rendahnya harga yang ditawarkan pemerintah juga telah memunculkan keprihatinan sebab sama sekali tidak mencerminkan nilai dari fungsi sosial dan lingkungan yang disediakan oleh hutan. Meskipun pemerintah membantah, beberapa CSO menganggap bahwa peraturan tersebut adalah cara untuk membenarkan dan melegalkan konservasi hutan, yang justru akan semakin meningkatkan laju deforestasi daripada menguranginya. Laju deforestasi telah mencapai tingkat tertinggi di dunia yaitu sekitar 2 juta hektare (atau empat kali lipat dari luas Singapura) per tahun antara tahun 2000-2005.

Dia memberikan contoh; langkah kontradiktif lainnya adalah keputusan Menteri Kehutanan untuk mengeluarkan kembali ijin penebangan hutan yang meliputi sebagian Taman Nasional pulau Siberut, Sumatra Barat, kepada perusahaan PT Salaki Summa Sejahtera. Empat ribu hektare dari lahan HPH seluas 49.000 hektare terletak di dalam hutan lindung. “Ini kesalahan fatal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.” Jelasnya.

Kata Sayed, Menteri Kehutanan; MS Kaban pernah mengatakan bahwa dirinya dapat menjamin alih fungsi tersebut tidak akan mengganggu fungsi cagar alam. Operasi perusahaan akan dipantau oleh organisasi masyarakat sipil, universitas dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), lanjutnya. Menurut dia, hal itu hanya kamuflase saja. Buktinya khusunya untuk masalah mangrove di Aceh Tamiang hingga kini belum ada kejelasan dalam penyelesaiannya.

Sementara itu, illegal logging terus berlangsung. Banyak sekali kasus baru di Aceh, Riau, Sulawesi Selatan dan Kalimantan tahun ini. Kegiatan tersebut terorganisasi dengan rapi dan melibatkan pejabat pemerintah, polisi dan militer, sebagaimana yang terjadi pada kasus Ketapang. Dua bulan terakhir, aksi polisi untuk membongkar jaringan perdangan kayu ilegal di kabupaten di Kalimantan Barat tersebut mengungkap kekuasaan di balik illegal logging. '

Operasi Hutan Lestari' berhasil menangkap setidaknya 14 aparat kepolisian (dari Polres dan Polda) serta 26 orang lainnya mulai dari pejabat pemerintah Dinas Kehutanan Ketapang hingga pengusaha dan pedagang perantara. Dua belas ribu meter kubik kayu gelondongan senilai kurang-lebih Rp208 milyar (US$22.6 juta), yang siap dikirim dengan 19 kapal ke Kuching di Malaysia, telah berhasil disita. Selama penyelidikan, Kapolda Kalimantan Barat ditarik ke markas besar di Jakarta. Ia dianggap lalai membina anak buahnya, namun sepertinya ia tidak akan dituntut. Sementara itu, pemilik kapal yang menjadi buronan telah ditangkap. Salah satu pejabat tingkat tinggi lainnya yang terlibat, yaitu Adi Murdani, wakil bupati Kayong Utara, di Kalimantan Barat.

Menurutnya, bagaimana kita bisa menjual hutan yang ada di Indonesia, untuk kompensasi Karbon Kredit, notabenenya, hutan terus dibabat; “pernyataan macam apa ini, sama artinya dengan pembenaran kan?...” katanya.

Kita fahami, masih kental muatan politiknya. “saya tidak berbicara Aceh, tapi secara umum saya ingin katakan, belum ada seorang pejabat kementerian yang mau bekerja untuk penyelamatan lingkungan, kecuali mereka punya akal pikiran yang sehat.” Tegas Sayed lagi.

Berbicara Karbon Kredit, Sayed, malah mengatakan; ada baiknya tanyakan langsung pada Gubernur Pemerintah Aceh, Irwandi Yusuf. “ya coba tanyakan sama pak Irwandi mau dikemanakan Aceh ini, karbon kredit ok, moratorium logging ok, tapi bagaimana dengan pembukaan lahan cadangan seluas 125 hektar untuk HTI?...mungkin pak Irwandi lebih tau jawabannya.” (syawaluddin)

Tidak ada komentar:

SELAMATKAN HUTAN PESISIR DAN HULU ACEH TAMIANG
Advokasi,Lingkungan

ShoutMix chat widget